Popular Posts

Kopassus: Rompi Loreng Berlumur Darah, Satu Peluru Satu Nyawa

marinir TEAM-

Kopassus itu mengenakan rompi loreng berlumur darah (bukan rompi hitam) dan satu butir peluru yang digunakan oleh anggota kopassus untuk satu nyawa (bukan belasan peluru.)

Demikian gambaran figur anggota Komando Pasukan Khusus (special force) TNI Angkatan Darat menurut Mantan Danpuspom Mayjen TNI (Purn) Syamsu Djalal, di Phoenam Cafe, Jakarta Pusat, Senin (1/4/2013).
Seperti dikutip oleh Kompas.com, Syamsu Djalal mengungkapkan:
“Tidak ada itu rompi hitam. Adanya rompi loreng berlumuran darah.”
Penggambaran figur anggota Kopassus itu disampaikan oleh Djalal sebagai respon atas pertanyaan publik mengenai kemungkinan adanya keterlibatan anggota Kopassus dalam kasus terbunuhnya 4 orang tahanan di Lapas Kelas II B Cebongan, Sleman, Yogyakarta, Sabtu (23/3).
Dari ciri-ciri yang pernah dipublikasikan di berbagai media masa, menurut Djalal, adalah sangat tidak mungkin jika penembakan itu dilakukan oleh anggota TNI, terlebih-lebih oleh anggota Kopassus.
Yang ia ketahui, satuan TNI AD yang pernah dikomandani oleh Putra asal Bali Mayjen Wisnu Bawa Tenaya itu tidak pernah mengenakan rompi berwarna hitam lengkap dengan atribut, seperti helm dan lainnya.
Kemungkinan itu menjadi semakin jauh ketika hasil penyelidikan sementara polisi menemukan belasan selongsong peluru kaliber 7,62 di lokasi kejadian. Menurut Djalal, anggota Kopassus tak pernah menembakkan senjatanya secara berkali-kali untuk melumpuhkan satu orang target.
Kata Djalal:
“Kopassus itu kalau menembak satu nyawa satu peluru.”
Menurutnya, pasukan Kopassus dilatih untuk menyelesaikan tugas dengan efektif dan bersih. Untuk itu, mereka tidak boleh sembarangan menembak.
Dan jika memang diharuskan menembak, maka satu tembakan yang dilepas harus langsung mengenai titik sasaran.
Diberitakan sebelumnya, segerombolan orang bersenjata api laras panjang, pistol, dan granat, merangsek ke dalam Lapas Cebongan, kemudian menembak empat orang narapidana yang ada di dalamnya, yakni Gameliel Yermiyanto Rohi Riwu, Adrianus Candra Galaja, Hendrik Angel Sahetapi alias Deki, dan Yohanes Juan Manbait, yang menghuni sel 5A, hingga tewas.
Empat napi yang tewas itu adalah tersangka kasus pembunuhan anggota Kopassus Sersan Satu Santosa yang terjadi beberapa hari sebelumnya di Hugo Café, Sleman.
Dari hasil penyelidikan sementara, polisi menemukan belasan selongsong peluru kaliber 7,62 di lokasi kejadian. Pelaku penembakan diduga menggunakan senapan laras panjang AK-47 dan pistol jenis FN. Mereka melakukan aksinya dalam waktu 15 menit dan membawa CCTV lapas. Serangan pelaku dinilai sangat terencana dan diduga berasal dari kelompok bersenjata yang terlatih.
Adanya kasus pembunuhan anggota Kopassus Sertu Santoso sebelumnya dan temuan polisi tersebut kemudian berkembang menjadi rumor yang membentuk opini seolah-olah ada keterlibatan anggota Kopassus dalam peristiwa tersebut.
Bahkan, diberitakan bahwa Komnas HAM sempat menyambangi Markas Kopassus, Kandang Menjangan, Kartosuro, Sukoharjo, Jawa Tengah, untuk menyelidiki kasus penyerangan Lapas Cebongan, namun ditolak lantaran belum mendapat ijin dari Panglima TNI.
Kepala Staf Angkatan Darat Jenderal TNI Pramono Edhie Wibowo, Jumat (29/3/2013), mengatakan:
“Kemarin saya dapat laporan Komnas HAM akan ke Kandang Menjangan, itu di bawah Kopassus Jakarta. Jakarta belum dapat izin pemberitahuan. Logikanya harus beritahu Panglima. Jangankan Komnas HAM, DPR pun memberitahu Panglima. Kasad diberitahu.”
Belakangan, seperti telah dirilis di berbagai media, tiba-tiba saja muncul sebuah catatan (Note) Facebook menggunakan nama akun “Idjon Djanbi” yang menguraikan tentang peristiwa penyerangan Lapas Cebongan menurut versi/analisanya.
Dalam tulisan berjudul “Penyerangan LP Sleman adalah Aparat Kepolisian” itu, penulis dengan akun Idjon Djanbi menuliskan bahwa kasus LP Sleman sebenarnya adalah kasus perseteruan antarbandar narkoba yang melibatkan dua kelompok di kepolisian.
Polri membantah isu di jejaring sosial yang bersumber dari catatan akun “Idjon Janbi” tersebut. Kepala Divisi Humas Polri Irjen Suhardi Alius mengatakan kepada Media Indonesia, Sabtu (30/3):
“Imbauan saya agar masyarakat tidak terpancing dengan pengalihan isu yang tidak bisa dipertanggungjawabkan.”
Ia menghimbau masyarakat untuk memberi pernyataan resmi secara tertulis jika ingin memberikan informasi terkait dengan kasus penyerangan Lapas Cebongan.
Sementara itu, TNI AD telah membentuk tim investigasi terkait dengan penyerangan di Lapas Cebongan. Hal itu disampaikan oleh Kepala Staf Angkatan Darat Jenderal TNI Pramono Edhie Wibowo, dalam konferensi pers Jumat (29/3/2013)
Pada kesempatan itu Pramono menyebutkan bahwa tim dibentuk atas dasar dugaan keterlibatan anggota TNI AD dalam peristiwa yang menewaskan empat tahanan itu. Ia menjelaskan:
“Mengapa harus TNI AD, karena hasil temuan sementara tim investigasi bentukan Kepolisian, memperlihatkan adanya keterlibatan atau peran oknum TNI AD yang bertugas di Jawa Tengah.”
Tim investigasi TNI AD, kata Pramono, baru dibentuk pada 28 Maret 2013. Tim itu dibentuk setelah sehari sebelumnya Panglima TNI Laksamana Agus Suhartono memberi perintah Pramono melalui telepon.
Pramono memilih sembilan orang untuk masuk sebagai anggota tim. Mereka berasal dari polisi militer daerah dan Korem. Tim itu dipimpin Wakil Komandan Pusat Polisi Militer Brigadir Jenderal Unggul. Tim ini bekerja tanpa target waktu. Menurut Pramono, tim akan mengumumkan hasilnya secepat mungkin begitu mendapat informasi selengkap mungkin.
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...