marinir TEAM-
All hands,
Aktivitas penyadapan dalam hubungan antar negara adalah suatu hal yang
normal. Hanya ada dua tipe negara yang tidak melaksanakan penyadapan.
Pertama, negara yang tidak mampu melakukan penyadapan terhadap negara
lain karena tak mampu secara finansial dan atau teknologi. Kedua, negara
yang naïf dalam menjalin hubungan internasional.
Berangkat dari premis bahwa penyadapan merupakan suatu hal yang normal
dalam hubungan antar negara, pembeberan aktivitas penyadapan yang
dilaksanakan oleh Amerika Serikat yang dilakukan oleh Bradley Manning
dan Edward Snowden bukan suatu hal yang mengejutkan. Kedua warga negara
Paman Sam itu hanya memperkuat premis yang sudah ada selama ini. Kalau
kegiatan penyadapan yang diungkapkan oleh Snowden sebagian besar
berbasis pada jaringan internet, hal demikian memang tak lepas dari
kondisi saat ini di mana dunia sudah disatukan oleh jaringan internet.
Walaupun demikian, kegiatan penyadapan alias eavesdropping lewat
laut pun masih berlangsung. Penyadapan itu dilaksanakan melalui
penyebaran kapal mata-mata yang biasanya berstatus kapal perang atau
kapal Angkatan Laut. Kapal yang dilengkapi dengan berbagai peralatan
canggih untuk menguping ribut gelombang elektromagnetik itu beroperasi
di perairan internasional dan tak pernah memasuki perairan teritorial
suatu negara. Penyadapan lewat laut ini telah berlangsung lama yakni
sejak awal 1950-an.
Perairan kawasan Asia Pasifik juga ramai oleh kegiatan kapal mata-mata.
Yang menjadi tertuduh melakukan kegiatan itu bukan saja Negeri Paman
Sam, tetapi juga Negeri Om Mao. Indonesia pun menjadi sasaran aktivitas
kapal-kapal tersebut. Kalau Washington menggunakan kapal yang berstatus
kapal perang dan atau kapal Angkatan Laut untuk melaksanakan aksinya,
Beijing memakai kapal perang dan atau kapal nelayan guna melakukan
kegiatannya.
Di perairan Laut Natuna dan Laut Cina Selatan, mudah untuk menemukan
kapal nelayan yang di dalamnya sama sekali tak ada peralatan untuk
menangkap ikan.