Brigade Mobil atau sering disingkat Brimob adalah unit (korps) tertua di
dalam Kepolisian Republik Indonesia (Polri) karena mengawali
pembentukan kepolisian Indonesia pada tahun 1945. Korps ini dikenal
sebagai Korps Baret Biru.
Brimob termasuk satuan elit dalam jajaran kesatuan Polri, Brimob juga
juga tergolong ke dalam sebuah unit paramiliter ditinjau dari tanggung
jawab dan lingkup tugas kepolisian.
Daftar isi
1 Sejarah
1.1 Beralih menjadi Mobrig
1.2 Menghadapi gerakan separatis
1.3 Berganti nama menjadi Brimob
2 Brimob dalam peristiwa
2.1 Pendaratan di Irian Barat
2.2 Peristiwa G-30-S
2.3 Timor Timur
2.4 Peristiwa Binjai
3 Pelopor
4 Gegana
5 Sat Brimob Daerah
6 Pranala luar
Sejarah
Brimob pertama-tama terbentuk dengan nama Pasukan Polisi Istimewa.
Kesatuan ini pada mulanya diberikan tugas untuk melucuti senjata tentara
Jepang, melindungi kepala negara, dan mempertahankan ibukota. Brimob
turut berjuang dalam pertempuran 10 November 1945 di Surabaya. Di bawah
pimpinan Inspektur Polisi I Moehammad Jasin, Pasukan Polisi Istimewa ini
memelopori pecahnya pertempuran 10 November melawan Tentara Sekutu
brimob merupakan kesatuan paling pertama di Indonesia, pada masa
penjajahan Jepang Brimob dikenal dengan sebutan Tokubetsu Keisatsutai.
Pasukan ini yang pertama kali mendapat penghargaan dari Presiden pertama
Republik Indonesia Ir. Soekarno yaitu Sakanti YanoUtama
Beralih menjadi Mobrig
Pada 14 November 1946 Perdana Menteri Sutan Sjahrir membentuk Mobile
Brigade (Mobrig) sebagai ganti Pasukan Polisi Istimewa. Tanggal ini
ditetapkan sebagai hari jadi Korps Baret Biru. Pembentukan Mobrig ini
dimaksudkan Sjahrir sebagai perangkat politik untuk menghadapi tekanan
politik dari tentara dan sebagai pelindung terhadap kudeta yang
melibatkan satuan-satuan militer. Di kemudian hari korps ini menjadi
rebutan antara pihak polisi dan militer.
Menghadapi gerakan separatis
Pada 1 Agustus 1947, Mobrig dijadikan satuan militer. Dalam kapasitasnya
ini, Mobrig terlibat dalam mwenghadapi berbagai gejolak di dalam
negeri. Pada tahun 1948, di bawah pimpinan Moehammad Jasin dan Inspektur
Polisi II Imam Bachri bersama pasukan TNI berhasil menumpas pelaku
Peristiwa Madiun di Madiun dan Blitar Selatan dalam Operasi Trisula.
Mobrig juga dikerahkan dalam menghadapi gerakan separatis DI/TII di Jawa
Barat yang dipimpin oleh S.M. Kartosuwiryo dan di Sulawesi Selatan dan
Aceh yang dipimpin oleh Kahar Muzakar dan Daud Beureueh. Pada awal tahun
1950 pasukan Angkatan Perang Ratu Adil (APRA) yang dipimpin Kapten
Raymond Westerling menyerbu kota Bandung. Untuk menghadapinya, empat
kompi Mobrig dikirim untuk menumpasnya.
Mobrig bersama pasukan TNI juga dikerahkan pada April 1950 ketika Andi
Azis beserta pengikutnya dinyatakan sebagai pemberontak di Sulawesi
Selatan. Kemudian ketika Dr. Soumokil memproklamirkan berdirinya RMS
pada 23 April 1950, kompi-kompi tempur Mobrig kembali ditugasi
menumpasnya.
Pada tahun 1953, Mobrig juga dikerahkan di Kalimantan Selatan untuk
memadamkan pemberontakan rakyat yang dipimpin oleh Ibnu Hajar. Ketika
Pemerintah Revolusioner Republik Indonesia (PRRI) diumumkan pada 15
Februari 1958 dengan Syafruddin Prawiranegara sebagai tokohnya,
pemerintah pusat menggelar Operasi Tegas, Operasi Saptamarga dan Operasi
17 Agustus dengan mengerahkan Mobrig dan melalui pasukan-pasukan
tempurnya yang lain. Batalyon Mobrig bersama pasukan-pasukan TNI
berhasil mengatasi gerakan koreksi PRRI di Sumatera Utara, Sumatera
Barat, Sumatera Timur, Riau dan Bengkulu.
Dalam Operasi Mena pada 11 Maret 1958 beberapa kompi tempur Mobrig
melakukan serangan ke kubu-kubu pertahanan Permesta di Sulawesi Tengah
dan Maluku.
Berganti nama menjadi Brimob
Brimob - Unit Penyergap Bermotor
Pada 14 November 1961 bersamaan dengan diterimanya Pataka Nugraha
Sakanti Yana Utama, satuan Mobrig berubah menjadi Korps Brigade Mobil
(Korps Brimob).
Brimob pernah terlibat dalam beberapa peristiwa penting seperti
Konfrontasi dengan Malaysia tahun 1963 dan aneksasi Timor Timur tahun
1975. Brimob sampai sekarang ini kira-kira berkekuatan 30.000 personel,
ditempatkan di bawah kewenangan Kepolisian Daerah masing-masing
provinsi.
Pada tahun 1981 Brimob membentuk sub unit baru yang disebut unit
Penjinak Bahan Peledak (Jihandak).
Semenjak tahun 1992 Brimob pada dasarnya adalah organisasi militer para
yang dilatih dan diorganisasikan dalam kesatuan-kesatuan militer. Brimob
memiliki kekuatan sekitar 12.000 personel. Brigade ini fungsi utamanya
adalah sebagai korps elite untuk menanggulangi situasi darurat, yakni
membantu tugas kepolisian kewilayahan dan menangani kejahatan dengan
tingkat intensitas tinggi yang menggunakan senjata api dan bahan peledak
dalam operasi yang membutuhkan aksi yang cepat. Mereka diterjunkan
dalam operasi pertahanan dan keamanan domestik, dan telah dilengkapi
dengan perlengkapan anti huru-hara khusus. Mereka telah dilatih khusus
untuk menangani demonstrasi massa. Semenjak huru-hara yang terjadi pada
bulan Mei 1998, Pasukan Anti Huru-Hara (PHH) kini telah menerima latihan
anti huru-hara khusus.Dan terus menerus melakukan pembaharuan dalam
bidang materi pelaksanaan Pasukan Huru-Hara(PHH).
Beberapa elemen dari Brimob juga telah dilatih untuk melakukan operasi
lintas udara. Dan juga sekarang sudah melakukan pelatiahan SAR(Search
And Rescue)
Brimob dalam peristiwa
Pendaratan di Irian Barat
Korps Brimob Polri mempesiapkan sejumlah Resimen Tim Pertempuran (RTP)di
pulau-pulau di Provinsi Maluku yang terdekat dengan Irian Barat sebagai
respon atas perintah Presiden Soekarno untuk merebut Irian Barat dari
tangan Belanda. Perintah Bung Karno itu dikenal sebagai Tri Komando
Rakyat (Trikora). Dalam operasi ini Korps Brimob bergabung dalam Komando
Mandala pimpinan Mayjen Soeharto. Satu tim Brimob pimpinan Hudaya
Sumarya berhasil mendarat di Fak-Fak Irian Barat menggunakan sebuah
speedboat. Dari Fak-Fak pasukan ini menusuk masuk ke pedalaman Irian
Barat untuk mengibarkan Sang Saka Merah Putih. Pada masa olah Yudha
sebelum pendaratan di Papua, Brimob sempat dimasukkan kedalam daftar
unit untuk operasi Naga, tetapi kemudian di batalkan mengingat
terbatasnya kualitas Parasut yang dimiliki anggota Brimob saat itu.
Operasi Naga akhirnya dilakukan oleh RPKAD dibawah komando Jend (purn)
Benny Moerdani yang kemudian mendapatkan penghargaan Bintang Sakti dari
Presiden Soekarno.
Peristiwa G-30-S
Pada hari-hari setelah peristiwa G-30-S, Brimob tetap netral. Hal ini
membingungkan banyak pihak, karena pada September 1965 Brimob adalah
unsur yang sangat dekat dengan Amerika. Karena sikap ini, sebagian
pengamat menganggap Brimob sebagai unsur yang setia kepada Presiden
Soekarno.
Timor Timur
Pada pembebasan Timor Timur tahun 1975 Brimob membentuk satu detasemen
khusus untuk bergabung dalam Operasi Seroja, bergabungan dengan pasukan
ABRI lainnya. Detesemen khusus ini diberinama Detasemen Khusus (Densus)
Alap-alap. Personil Densus Alap-alap terdiri dari mantan anggota Menpor
(Resimen Pelopor). Resimen Pelopor merupakan kesatuan khusus Brimob,
yang berkualifikasi Ranger. Resimen ini dibubarkan tahun 1974 setelah
ikut malang melintang dalam beberapa operasi pertempuran, di antaranya
dalam Operasi Trikora di Irian Barat dan Dwikora atau Ganyang Malaysia.
Densus Alap-alap bertugas sebagai pasukan pembantu (supporting) untuk
memperkuat posisi yang direbut oleh pasukan ujung tombak yaitu RPKAD.
Densus Alap-alap ini dibagi dalam tim-tim kecil yang merupakan tim
gabungan TNI/Polri.
Peristiwa Binjai
Semenjak Polri dipisahkan dari Tentara Nasional Indonesia, peristiwa
bentrok antara Polri dan TNI (terutama TNI-AD) kerap terjadi. Satu
peristiwa bentrok TNI-AD dan Polri dalam hal ini Brimob adalah peristiwa
Binjai pada tanggal 30 September 2002. Insiden ini melibatkan unit
infanteri Lintas Udara 100/Prajurit Setia dengan korps Brimob Polda
Sumut yang sama-sama bermarkas di Binjai. Banyak pihak merasa kejadian
bentrok TNI-POLRI adalah manifestasi politik adu domba yang dilakukan
pihak asing untuk memperlemah kesatuan dan persatuan lembaga
kepemerintahan RI. Melihat gelagat tersebut, Bapak Jenderal Polisi
Soetanto telah mengusulkan kemungkinan penyatuan kembali matrikulasi
akademi militer dan kepolisian. Hal ini diharapkan agar dapat
meningkatkan persaudaraan dan kohesifnes daripada undur aset unsur
bersenjata NKRI.
Dalam insiden dini hari tersebut pertama hanya dipicu oleh keributan
kecil antara oknum prajurit unit Linud 100/PS dengan oknum kesatuan
Polres Langkat. Namun kemudian, insiden pecah menjadi bentrok senjata
antara Polres Langkat ditambah Brimob melawan Linud 100/PS.
Pelopor
Keuntungan utama membentuk pasukan khusus pada masa konflik adalah
pasukan bisa langsung diuji coba di medan pertempuran sebenarnya.
Pasukan Brimob Rangers ini menjalani test mission di kawasan Cibeber,
Ciawi dan Cikatomas perbatasan Tasikmalaya-Garut Jawa Barat pada tahun
1959. Dalam penugasan ini mereka sering menghadapi penghadangan oleh
gerombolan DI/TII dalam jumlah besar. Teknik bertempur anti gerilya
teruji dalam test mission ini. Namun demikian, dalam test mission ini
akhirnya ada juga anggota Rangers yang tidak siap mental dalam bertempur
dan mereka akhirnya harus keluar dari pasukan.
Penugasan resmi operasi militer Brimob Rangers adalah dalam Gerakan
Operasi Militer IV di kawasan Sumatera Selatan, Sumatera Barat dan
Sumatera Utara. Dalam GOM IV ini pasukan Brimob Rangers menjadi bagian
dari Batalyon Infanteri Bangka-Belitung pimpinan Letkol (Inf) Dani
Effendi. Penugasan ke Sumatera ini dalam supervisi langsung dari Letjen
Ahmad Yani. Pasukan Rangers mempunyai tugas khusus menangkap sisa-sisa
pasukan PRRI yang masih bergerilya di hutan Sumatera pimpinan Mayor
Malik.
Pasukan Brimob Rangers ini kemudian mengalami perubahan nama menjadi
Pelopor pada tahun 1961 pada masa Kapolri Soekarno Djoyonegoro. Hal ini
sesuai dengan keinginan Presiden Soekarno yang menghendaki nama
Indonesia bagi satuan-satuan TNI/Polri. Pada masa ini pula,
Rangers/Pelopor menerima senjata yang menjadi trade mark mereka yaitu
AR-15. Penugasan selanjutnya dari pasukan ini adalah menyusup ke Irian
Barat/Papua dalam rangka menjadi bagian dari Komando Trikora. Pasukan
ini berhasil mendarat di Fak-fak pada bulan Mei 1962 dan terlibat dalam
pertempuran dengan Angkatan Darat Belanda. Pasukan ini juga terlibat
dalam konfrontasi dengan Malaysia pada tahun 1964. Pada masa ini pasukan
Brimob-Rangers Indonesia berhadapan dengan unit elite SAS dari Inggris.
Pada tahun 1972 pasukan ini secara resmi dibubarkan karena perubahan
kebijakan politik pemerintah waktu itu nama pasukan ini pada waktu itu
adalah Resimen Pelopor (Menpor) dengan markas di Kelapa Dua Cimanggis.
Pada saat persiapan Operasi Seroja tahun 1975, pasukan ini dimobilisasi
dan dimasukkan dalam pasukan khusus Detasemen Khusus Alap-alap. Namun,
karena sebagian besar anggota Menpor yang masuk dalam Densus Alap-alap
sudah bertugas sebagai polisi umum dan tidak pernah lagi berlatih
sebagai pasukan komando, maka insting pasukan komando mereka jauh
berkurang. Akibatnya banyak anggota Menpor yang gugur dalam pertempuran
di Timor-Timur saat Operasi Seroja. Sayangnya pada masa inilah pasukan
ini dikenang, sehingga kejayaan mereka saat menumpas DI/TII dan
PRRI-Permesta, serta penyusupan ke Papua dan Malaysia seolah hilang sama
sekali. Oleh karena itu, Brimob Ranger/Resimen Pelopor seolah
terlupakan dari sejarah militer Indonesia. Padahal salah satu mantan
Komandan Resimen Pelopor adalah Kapolri yang populer yaitu almarhum
Jenderal (Pol) Anton Soedjarwo.
Gegana
!Artikel utama untuk bagian ini adalah: Gegana
Personel Gegana Brimob bersenapan serbu Steyr AUG dalam latih tempur
CQB.
Gegana adalah bagian dari Kepolisian Indonesia (Polri). Pasukan ini
mulai ada sejak tahun 1976, meski ketika itu baru berupa detasemen. Baru
pada tahun 1995, dengan adanya pengembangan validasi Brimob bahwa
kesatuan ini harus memiliki resimen, Detasemen Gegana lalu ditingkatkan
menjadi satu resimen tersendiri, yakni Resimen II Brimob yang sekarang
berubah nama Sat I Gegana(2003). Tugas utama Gegana ada tiga: mengatasi
teror, SAR dan jihandak (penjinakan bahan peledak).
Secara umum, hampir semua anggota Gegana mampu melaksanakan ketiga tugas
utama tersebut. Namun, kemampuan khusus yang lebih tinggi hanya
dimiliki oleh orang-orang tertentu. Gegana tidak memiliki Batalyon atau
pun Kompi. Kesatuan yang lebih kecil dari resimen adalah detasemen.
Setelah itu subden dan yang paling kecil adalah unit. Satu unit biasanya
terdiri dari 10 orang. Satu subden 40 orang, dan satu detasemen
beranggotakan 280-an orang.
Satu operasi biasanya dilakukan oleh satu unit. Karena itu, dari sepuluh
personel dalam satu unit tersebut, harus ada enam orang yang memiliki
kemampuan khusus. Masing-masing: dua orang memiliki kemampuan khusus
yang lebih tinggi di bidang jihandak, dua orang di bidang SAR dan dua
lagi ahli teror. Kedua orang itu disebut operator satu dan operator dua.
Yang lainnya mendukung.
Misalnya untuk teror: operatornya harus memiliki keahlian menembak jitu,
harus memiliki kemampuan negosiasi, ahli dalam penggebrekan dan
penangkapan. Namun semuanya tidak untuk mematikan. Sebab setiap operasi
Gegana pertama-tama adalah berusaha untuk menangkap tersangka dan
menyeretnya ke pengadilan. Kecuali dalam keadaan terpaksa, yang
mengancam jiwa orang yang diteror, barulah terpaksa ada penembakan.
Sementara untuk SAR, dituntut memiliki kemampuan dasar seperti menyelam,
repling, jumping, menembak, juga P3K.
Demikian pula, operator jihandak harus memiliki keahlian khusus di
bidangnya. Setiap anggota Gegana secara umum memang sudah diperkenalkan
terhadap bom. Ada prosedur-prosedur tertentu yang berbeda untuk
menangani setiap jenis bom, termasuk waktu yang dibutuhkan. Kepada
anggota Gegana jenis-jenis bom tersebut dan cara-cara menjinakkannya,
termasuk risiko-risikonya, sudah dijelaskan.
Gegana baru punya tiga kendaraan taktis EOD (explosive ordinance
disposal) yang sudah lengkap dengan alat peralatan. Padahal seharusnya,
setiap unit memiliki satu kendaraan taktis. Selain di Gegana, kendaraan
EOD masing-masing satu unit ada di Polda Jawa Barat, Jawa Tengah, dan
Jawa Timur. Jadi se-Indonesia baru ada enam unit.
Dengan merosotnya pamor Amerika Serikat di dunia, pemerintah Amerika
berupaya untuk menggalang dukungan politis dari berbagai negara Asia.
Salah satu cara Amerika Serikat mencari dukungan ke Indonesia adalah
dengan kerjasama anti terror yang meningkat antara kedua belah pihak.
Dapat dilihat di periode 2003-2008, teknik dan takti dari Densus-88
semakin mirip dengan teknik dan taktik FBI HRT (Hostage rescue
team)Selain itu peralatan yg digunakan oleh Densus-88 juga sama dengan
pasukan FBI. Contoh peralatan yang sama adalah senapan serbu AR-15
dengan M-68 sight optik dan kolapsible stock (tipe CQB) Ladder entry
teknik, kevlar helmet dll. Sampai saat ini Densus-88 berkonsentrasi
untuk pengejaran dan penangkapan terroris yang relatif berkemampuan
tempur rendah, sementara pertempuran spesial seperti Pembajakan pesawat
dan pembebasan presiden dari penyanderaan masih ditangani oleh unsur
TNI. Adapun topik pemberantasan teroris di Indonesia telah menjadi salah
satu topik pembicaraan hangat di Trunojoyo III dan Cilangkap mengenai
pembagian tugas di dalam pelaksanaan counter terror. POLRI memang telah
mendapatkan mandat UU untuk memerangin teror di dalam negeri, tetapi
para banyak kalangan merasa POLRI belum dapat beroperasi secara
independent untuk memerangi teroris tanpa bantuan unsur luar (FBI dan
Australian Federal Police) sehingga para pengamat merasa sangat lebih
baik bila POLRI bergabung bersama TNI daripada menerima bantuan dari
pihak luar. Sementara itu para pengamat juga merasa bahwa pihak luar
melakukan "quota" dari segi ilmu yang dibagi kepada Densus-88, salah
satu cntoh adalah ditolaknya program pengembangan penembak runduk/jitu
Brimob oleh markas FBI di Washington DC dengan alasan bahwa ilmu
penembak jitu jarak jauh dapat di aplikasikan sebagai alat pelanggar hak
asasi manusia (Opressive force)
Komando tertinggi setiap operasi Gegana langsung berada di bawah Kapolri
yang dilaksanakan oleh Asop Kapolri.
Sat Brimob Daerah
Sat Brimob Polda Aceh
Sat Brimob Polda Sumatera Utara
Sat Brimob Polda Riau
Sat Brimob Polda Kepulauan Riau
Sat Brimob Polda Sumtera Barat
Sat Brimob Polda Jambi
Sat Brimob Polda Bengkulu
Sat Brimob Polda Sumatera Selatan
Sat Brimob Polda Lampung
Sat Brimob Polda Metro
Sat Brimob Polda Jawa Barat
Sat Brimob Polda Banten
Sat Brimob Polda Jawa Tengah
Sat Brimob Polda Daerah Istimewa Yogyakarta
Sat Brimob Polda Jawa Timur
Sat Brimob Polda Bali
Sat Brimob Polda Nusa Tenggara Barat
Sat Brimob Polda Nusa Tengggara imurT
Sat Brimob Polda Kalimantan Barat
Sat Brimob Polda Kalimantan Tengah
Sat Brimob Polda Kalimantan Selatan
Sat Brimob Polda Kalimantan Timur
Sat Brimob Polda Sulawesi Utara
Sat Brimob Polda Gorontalo
Sat Brimob Polda Sulawesi Tengah
Sat Brimob Polda Sulawesi Tenggara
Sat Brimob Polda Sulawesi Selatan-Barat
Sat Brimob Polda Maluku
Sat Brimob Polda Maluku Utara
Sat Brimob Polda Papua
Sat Brimob Bangka Belitung
Pranala luar
(Indonesia) 51 Tahun Si Baret Biru
(Inggris) February 1962 – Summer 1963: In to Action
[sembunyikan]
l
b
s
Bendera Indonesia Kepolisian Negara Republik Indonesia Lambang Polri.png
Mabes Polri
Pelaksana Tugas Pokok
Baintelkam
Bareskrim
Baharkam
Korbrimob
Korlantas
Densus 88 AT
Divisi
Divpropam
Divkum
Divhumas
Divhubinter
Div IT Pol
Pendidikan
Lemdikpol
Akpol
Sespim
STIK
Kepolisian Daerah
Sumatera
Polda Aceh
Polda Sumut
Polda Sumbar
Polda Jambi
Polda Riau
Polda Kepri
Polda Babel
Polda Sumsel
Polda Bengkulu
Polda Lampung
Jawa
Polda Banten
Polda Metro Jaya
Polda Jabar
Polda Jateng
Polda DIY
Polda Jatim
Kalimantan
Polda Kalbar
Polda Kalteng
Polda Kaltim
Polda Kalsel
Sulawesi
Polda Sulut
Polda Gorontalo
Polda Sulteng
Polda Sultra
Polda Sulsel
Bali dan Nusa Tenggara
Polda Bali
Polda NTB
Polda NTT
Maluku
Polda Maluku
Polda Maluku Utara
Papua
Polda Papua
Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia
Lambang Polri.png Artikel bertopik POLRI ini adalah sebuah rintisan.
Anda dapat membantu Wikipedia dengan mengembangkannya.
Kategori:
Satuan Polri