Popular Posts

Pasukan Pengamanan

Profil Pasukan Pengamanan Presiden RI


Pasukan Pengamanan Presiden (PASPAMPRES) hadir hampir bersamaan dengan proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia, sebagaimana hal yang sama terjadi dengan kelahiran TNI dan Polri. Ketika kemerdekaan Republik Indonesia diproklamirkan, para pemuda pejuang tergerak untuk mengambil peranan mengamankan Presiden. Para pemuda tersebut terdiri dari kesatuan Tokomu Kosaku Tai, yang berperan sebagai pengawal pribadi, dan para pemuda mantan anggota kesatuan Peta (Pembela Tanah Air) berperan sebagai pengawal Istana.

Situasi keamanan pada awal kemerdekaan Republik Indonesia sangat memprihatinkan. Di beberapa daerah terjadi pertempuran sebagai respon atas keinginan penjajah Belanda, yang disokong oleh bantuan tentara sekutu, untuk menduduki kembali Negara Kesatuan Republik Indonesia . Situasi semakin berbahaya ketika keselamatan Presiden mulai terancam dengan didudukinya Jakarta oleh Belanda pada tanggal 3 Januari 1946. Mengingat kekuatan bersenjata Belanda yang semakin besar dan terpusat di Jakarta, serta pertimbangan intelijen RI saat itu yang memerkirakan adanya keinginan Belanda untuk menyandera Presiden RI dan Wakil Presiden RI, maka Mr Pringgodigdo selaku Sekertaris Negara mengeluarkan perintah untuk melaksanakan operasi penyelamatan pimpinan nasional. Operasi ini kemudian dikenal dengan istilah “Hijrah ke Yogyakarta”. Pada pelaksanaan penyelamatan ini telah ditampilkan kerjasama unsur – unsur pengamanan Presiden RI yang terdiri dari beberapa kelompok pejuang. Mulai dari kelompok yang menyiapkan Kereta Api Luar Biasa (KLB), pengamankan rute Jakarta – Yogyakarta, hingga penyelenggaraan pengamanan di titk keberangkatan yang terletak di belakang kediaman Presiden Soekarno di Jalan Pegangsaan Timur no 56, Jakarta.

Secara rahasia KLB ini diberangkatkan pada tanggal 3 Januari 1946 sore hari menjelang senja. Keesokan harinya tanggal 4 Januari 1946, KLB tiba di Yogyakarta. Setibanya di Yogyakarta Presiden RI menetap di bekas rumah Gubernur Belanda di Jalan Malioboro (depan benteng Vredenburg). Sedangkan Wakil Presiden RI bertempat tinggal di Jalan Reksobayan no. 4 Yogyakarta. Dalam pelaksanaan operasi penyelamatan saat itu, telah terjadi kerja sama antara kelompok pengamanan yang terdiri dari unsur TNI dan Polri. Untuk mengenang keberhasilan menyelamatkan Presiden Republik Indonesia yang baru pertama kalinya dilaksanakan tersebut, maka tanggal 3 Januari 1946 dipilih sebagai Hari Bhakti Paspampres.

Presiden membentuk sebuah pasukan yang secara khusus bertugas untuk menjaga keamanan dan keselamatan jiwa Kepala Negara beserta keluarganya. Pasukan khusus tersebut dikenal dengan RESIMEN TJAKRABIRAWA. Nama Tjakrabirawa diambil dari nama senjata pamungkas milik Batara Kresna yang dalam lakon wayang purwa digunakan sebagai senjata penumpas semua kejahatan.

Selanjutnya bertepatan dengan hari ulang tahun kelahiran Presiden Soekarno tanggal 6 Juni 1962 dibentuklah kesatuan khusus Resimen Tjakrabirawa dengan Surat Keputusan Nomor 211/PLT/1962. Resimen Tjakrabirawa dibentuk dalam rangka untuk meningkatkan kemampuan pengamanan. Pada awalnya resimen Tjakrabirawa hanya terdiri dari Detasemen Kawal Pribadi (DKP), yang saat itu dibawah pimpinan Komisaris Besar Polisi Mangil Martowidjoyo, menjadi satuan yang anggotanya dipilih dari anggota – anggota terbaik dari empat angkatan yaitu, Angkatan Darat, Angkatan Laut, Angkatan Udara dan Kepolisian yang masing – masing angkatan terdiri dari satu batalyon. Resimen Tjakrabirawa pada saat itu dipimpin oleh Komandan Brigadir Jenderal Moh. Sabur dengan wakilnya yakni, Kolonel Cpm Maulwi Saelan.

Tujuan dibentuknya Resimen Tjakrabirawa disebutkan dalam amanat Presiden Soekarno pada upacara penganugerahan “Dhuaja” kepada Resimen Tjakrabirawa tanggal 9 September 1963. Dengan telah diresmikannya Resimen Tjakrabirawa oleh Presiden Soekarno, beberapa bulan kemudian diterbitkan surat Keputusan Presiden yang bertujuan mengatur keberadaan satuan khusus Tjakrabirawa.

Sekitar akhir tahun 1965, keadaan politik di Indonesia sedang mengalami pembenahan secara menyeluruh. Krisis politik terjadi dialami merupakan akibat lebih lanjut dari meletusnya peristiwa G30S/PKI. Berdasarkan Surat Perintah Menteri Panglima Angkatan Darat Nomor PRIN.75/III/1966 tanggal 23 Maret 1966, yang berisi tentang perintah kepada Direktur Polisi Militer Angkatan Darat (Brigjen TNI Sudirgo), maka dilaksanakannyalah serah terima penugasan dari Resimen Tjakrabirawa kepada Polis Militer Angkatan Darat. Tidak lebih dari tiga hari setelah serah terima pelaksanaan tugas pengawalan terhadap Kepala Negara berlangsung, Direktur Polisi Militer dengan serta merta mengeluarkan Surat Keputusan dengan Nomor : Kep-011/AIII/1966 tanggal 25 Maret 1966 yang berisi tentang pembentukan Satuan Tugas Polisi Militer Angkatan Darat (Satgas POMAD) yang menunjuk Letkol Cpm Norman Sasono sebagai Komandan Satgas Pomad Para.

Dengan tugas mengawal Kepala Negara RI dan Istana Negara, serta melaksanakan tugas – tugas protokoler kenegaraan, Satgas Pomad Para berkedudukan dibawah Direktorat Polisi Militer yang terdiri dari dua Batalyon Pomad, satu Batalyon Infanteri Para Raider, serta satu Detasemen Kaveleri Panser.

Batalyon I Pomad Para berkedudukan di Jalan Tanah Abang II Jakarta Pusat yang dulunya digunakan sebagai Markas serta Asrama Resimen Tjakrabirawa. Tugas pokok Batalyon I Pomad Para yakni, Melaksanakan pengawalan Presiden dan Wakil Presiden beserta keluarganya, serta Tamu Asing setingkat Kepala Negara, melaksankan pengawalan Istana Merdeka Utara, Istana Merdeka Selatan serta kediaman resmi Presiden dan Wakil Presiden.

Untuk Batalyon II Pomad Para berkedudukan di Ciluer – Bogor yang sebelumnya digunakan sebagai asrama Batalyon I Pomad Para. Tugas Batalyon II Pomad Para yang berkedudukan di Ciluer, bertugas melaksanakan pengawalan Istana Bogor, Istana Cipanas, serta membantu Batalyon I Pomad Para dalam melaksanakan tugas pokoknya. Batalyon Kaveleri Serbu Kodam V Jaya tetap di BP kan ke Satgas Pomad, sedangkan Batalyon 531/Para Raiders selanjutnya ditarik kembali ke Kodam Brawijaya untuk bertugas dilingkungan angkatan Darat.

Presiden RI Jenderal TNI Soeharto selaku Panglima tertinggi ABRI sejak awal tahun 1970 turun langsung membenahi organisasi ABRI hingga tertata dan terintegrasi di bawah satu komando Panglima ABRI. Satgas Pomad Para yang saat itu di bawah kendali Markas Besar ABRI pun ikut dibenahi dengan dikeluarkannya Surat Perintah Menhankam Pangab Nomor Sprin/54/I/1976 tanggal 13 Januari 1976 . Surat perintah tersebut berisi pokok – pokok organisasi dan prosedur Pasukan Pengawal Presiden (PASWALPRES). Melalui surat perintah tersebut ditentukan tugas pokok Paswalpres yaitu, Menyelenggarakan pengamanan fisik secara langsung bagi Presiden Republik Indonesia serta menyelenggarakan juga tugas – tugas protokoler khusus pada upacara – upacara kenegaraan.

Berdasarkan Surat Keputusan Pangab Nomor Kep /02/II/1988 tanggal 16 Februari 1988, maka ditetapkan bahwa Paswalpres masuk dalam struktur organisasi Bais TNI. Dalam perkembangan selanjutnya mengingat kata pengamanan dinilai lebih tepat digunakan daripada pengawalan, dikarenakan mengandung makna yang menitikberatkan kepada keselamatan obyek yang harus diamankan. Sesuai dengan tuntutan tugas sebagai Pasukan Pengawal Presiden nama satuan Paswalpres diubah menjadi PASPAMPRES (Pasukan Pengamanan Presiden)

Demikian kilas sejarah singkat Pasukan Pengamanan Presiden dengan berbagai peristiwa, kemajuan dan perkembangannya yang tak bisa dilepaskan dari perkembangan sejarah Indonesia. Dari kilasan sejarah di atas, maka didapati bahwa Paspampres tidaklah muncul dengan serta merta, melainkan terpengaruh oleh proses sejarah. Paspampres merupakan entitas yang terus mengadaptasi perkembangan situasi lokal serta global, dan terus mengalami perbaikan dari waktu ke waktu.
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...