Popular Posts

TRY SUTRISNO: PERJALANAN RAHASIA

PERJALANAN RAHASIA PAK HARTO1

(Tri Soetrisno 2)

Pak Harto dikenal sebagai pemimpin yang selalu memperhatikan keadaan bawahannya bahkan sampai pada hal-hal kecil. Pak Harto selalu dapat bersikap tenang namun penuh perhitungan. Pak Harto juga senantiasa mengambil keputusan dengan tegas, cermat, dan bijaksana, serta menyampaikan pada saat yang tepat.
Semua keputusan Pak Harto, baik menyangkut masalah besar maupun kecil, selalu didasarkan pada pertimbangan rasional, akal sehat, hati nurani, dan nilai-nilai keagamaan. Pak Harto selalu berfikir, bertindak, dan bertujuan secara integral-komprehensif, dalam dimensi yang realistis-pragmatis, dalam kerangka konsepsional-strategis. Beliau juga selalu mengemukakan buah pikiran, langkah tindakan, keinginan-keinginannya secara bulat dan utuh berdasarkan wawasan yang luas serta pertimbangan yang matang dan mendalam.

BERBURU TANPA MENEMBAK

Saya berkenalan dengan Pak Harto di masa Operasi Pembebasan Irian Barat tahun 1962. Ketika itu Mayor Jenderal Soeharto ditunjuk  Presiden Soekarno menjadi Panglima Komando Mandala yang berpangkalan di Sulawesi. Suatu malam saya mendapat tugas ikut rombongan Pak Harto berburu di hutan di Kendari, Sulawesi Tenggara. Saya bertugas membawa lampu sorot, namun saya perhatikan Pak Harto tidak pernah menembak selama berburu, yang menembak hanya para asisten. Cukup lama saya berusaha mencari jawaban mengapa Pak Harto tidak sekalipun menembak.
Pada saat bersamaan, malam itu pasukan TNI tengah diterjunkan di Irian Barat, salah satunya adalah Benny Moerdani. Saya seharusnya diterjunkan tetapi malah mendapat tugas ikut berburu. Setelah direnungkan ternyata berburu di malam hari itu hanya alasan agar kami semua tidak tidur. Rupanya Pak Harto merasa ikut mendampingi pasukannya yang tengah diterjunkan di malam hari yang sama di Irian Barat.
Jadi Pak Harto ikut mendampingi secara batin ketika anggotanya menjalankan tugas mulia. Pak Harto tidak berleha-leha melainkan beliau memikirkan keselamatan anak buahnya yang diterjunkan di kawasan yang masih dikuasai Belanda. Tidak tidur pada malam penerjunan itu merupakan laku prihatin Pak Harto mendampingi perjuangan pasukannya. Kecenderungan turut berkorban melalui perilaku batiniah yang sering kali dilakukan Pak Harto serta hasil dari perenungan-perenungan beliau, menjadikan Pak Harto seorang ahli strategi ulung yang mampu mengarahkan kecenderungan masa depan secara tepat.
Saya ingat betul pada masa awal pemerintahan Orde Baru, Pak Harto berulangkali meyakinkan perlunya bangsa ini memprioritaskan penanganan ekonomi. Beberapa tahun kemudian terbukti langkah kebijaksanaan beliau itu sangat tepat. Ketika dunia mengalami krisis ekonomi yang berkepanjangan, bangsa Indonesia saat itu telah sempat memperbaiki kehidupan perekonomiannya sehingga telah memiliki ketahanan yang cukup untuk menghadapi berbagai ragam tantangan dan ujian.

DIOMELI PEJABAT DAERAH

Sama sekali saya tidak menduga akan dipilih menjadi ajudan Pak Harto pada tahun 1974. Setiap ajudan Presiden harus bisa berfikir dan bertindak cepat, serta menyiapkan segala sesuatu dengan tepat dan cermat. Saya pun bertugas hingga tahun 1978.
Suatu hari Pak Harto ingin melakukan kunjungan incognito. “Siapkan kendaraan, sangat terbatas. Alat radio dan pengamanan seperlunya saja dan tidak perlu memberitahu siapapun,” instruksi Pak Harto. Perjalanan itu berlangsung dua pekan, bersifat rahasia. Bahkan Panglima ABRI pun tidak diberitahu. Hanya kalangan terbatas yang boleh tahu, antara lain Ketua G-I/S Intel Hankam Mayjen TNI Benny Moerdani.
Bisa dibayangkan seorang presiden akan berkeliling ke Jawa Tengah, Jawa Timur, dan Jawa Barat secara rahasia, diam-diam. Saya juga sempat khawatir. Selain itu yang ikut Dan Paspanpres Kolonel Munawar, Komandan Pengawal, satu ajudan, Dokter Mardjono, dan mekanik Pak Biyanto yang mengurus kendaraan. Pada saat itu Indonesia memasuki Pelita II. Sebagai kepala negara Pak Harto merasa harus turun langsung untuk melihat sendiri bagimana program-program pemerintah dilaksanakan. Dengan begitu situasi di daerah dan desa-desa bisa dilihat apa adanya, sekaligus presiden dapat masukan langsung dari masyarakat.
Kami tidak pernah makan di restoran, menginap di rumah kepala desa, atau rumah-rumah penduduk. Untuk urusan logistiknya, selain membawa beras dari Jakarta, Ibu Tien membekali sambal teri dan kering tempe. Kami benar-benar prihatin saat itu dan saya melihat Pak Harto sangat menikmati perjalanan keluar masuk desa itu.
Serahasia apa pun, perjalanan incognito itu bocor juga lantaran ada warga desa yang mengetahui kemudian menyampaikan kepada aparat setempat. Rombongan pun sempat di curigai, apakah benar Presiden Soeharto berkunjung tanpa pengawalan? Akhirnya saya harus menjelaskan bahwa benar Pak Harto sedang melakukan perjalanan rahasia. Pada saat rombongan kecil itu tiba di sebuah kabupaten di Jawa Timur, pejabatnya pun geger. Sayalah yang lantas menjadi sasaran omelan mereka yang marah karena merasa tidak diberi kesempatan menyambut presiden sepantasnya. Padahal itu semua atas kemauan Pak Harto.
Ketika ber-incognito di Jawa Tengah, saya menyaksikan Pak Harto sangat hafal lika-liku jalan disana. Maklum beliau banyak berjuang di wilayah Yogyakarta dan Jawa Tengah, kemudian menjadi Pangdam IV Diponegoro. Waktu itu saya yang mengemudikan mobil. Tiba di suatu persimpangan tanpa bertanya saya jalan terus, ternyata saya salah jalan tetapi Pak Harto tidak marah dan tersenyum saja.
Seluruh hasil perjalanan itu dicatat. Presiden menjadikan hasil kunjungan rahasia itu sebagai masukan. Secara obyektif kemudian diketahui daerah-daerah mana yang telah berhasil dan daerah-daerah mana pula yang masih perlu ditingkatkan. Semua dicek ulang di dalam rapat kabinet. Dengan begitu menteri tidak bisa berbohong. Kalau jelek ya harus bilang jelek, kalau bagus ya bilang bagus karena Pak Harto mengetahuinya.
Perjalanan incognito itu berakhir di Istana Cipanas. Semua tentu sudah sangat lelah, namun Pak Harto justru meminta para anak buah yang ikut agar makan terlebih dahulu, padahal biasanya pemimpin yang makan duluan baru anak buah. Itulah good leadership, yang saya warisi dari Pak Harto sebagai komandan pasukan. Beliau mendahulukan anak buah untuk hal-hal yang mendasar seperti soal makan.

SEKEPING PIZZA TERAKHIR

Perhatian Pak Harto terhadap bawahan memang luar biasa. Suatu ketika anak kedua saya yang bernama Taufik Dwi Cahyono yang biasa kami panggil Cheppy terkena letusan petasan di matanya. Akibatnya, Cheppy tidak bisa melihat. Mendengar musibah itu Pak Harto memanggil saya. Diperintahkannya saya untuk membawa Cheppy ke rumah sakit di Boston, USA, dengan biaya pribadi Pak Harto.
Cheppy mendapat mukjizat, matanya dapat melihat kembali. Itulah perhatian besar Pak Harto.
Menjelang akhir hidupnya, saya ingat suatu ketika sedang membacakan Surat Yasin di dekat pembaringan Pak Harto. Tiba-tiba Pak Harto perlahan memanggil saya kemudian mengucapkan, “Pizza.” Saya sempat bingung karena hari sudah malam. Namun, akhirnya pizza permintaan Pak Harto bisa didapatkan. Kami makan pizza bersama dan ternyata itulah kenangan terakhir dengan Pak Harto. Mungkin sebenarnya Pak Harto menyampaikan kata “pisah” —perlahan-lahan— tetapi kami menangkapnya “pizza”.
____________________________________
1.  Penuturan Jenderal TNI (Purn) Try Sutrisno  sebagaimana dikutip dari Buku “Pak Harto The Untold Stories”, (Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 2011.
2. Jenderal TNI (Purn) Try Sutrisno  pernah menjadi Pangdam Jaya. Sesudah menjabat Panglima ABRI (1988-1992), ia dipercaya menjadi Wakil Presiden (1993-1998). Lahir pada tahun 1935 di Surabaya, Try Sutrisno menjadi salah satu penerima tongkat estafet regenerasi dari angkatan ‘45. Bapak tuju anak ini mengenal Pak Harto sejak tahun 1961, ketika Operasi Pembebasan Irian Barat digelar.
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...