Saya selaku anak ke 5 dari limabelas bersaudara dari Tuanolo
Simanjuntak, Ibu Pinta br Siburian Simatupang, Pensiunan TNI ADA NRP
187672, eks seorang Perwira Pertama pada Staf Umum I Intelijen, Tentera
dan Teritorium I Bukit Barisan tahun 1956 di Medan sd Maret 1958 membuat
tulisannya atas Peristiwa Pergolakan Daerah di sumatera Utara yang
dipimpin oleh Kol. Maludin Simbolon. Tuanolo adalah orang yang diberikan
kepercayaan oleh Wakil Kepala Staf TTI Bukit Barisan Mayor Nelang
Sembiring dibidang Politik dan Ekonomi, sedangkan di bidang Meliter
dipercayakan kepada Perwira lain. Tuanolo memang mengalami peristiwa
pergolakan daerah tersebut. kaena terjun seara langsung dibidangnya,
bahkan diutus ke Palembang, ke Jakarta untuk melihat situasi dan
perkembangan di bidang politik dan ekonomi didaerah-derah lain yang
bersifat rahasia, namun ia sendiri tidak mengetahui dan mengerti mengapa
Tuanolo selalu diutus oleh Komando TTI untuk melihat dan mengikuti
perkembangan-perkembangan yang sedang terjadi pada waktu itu, sampai
dengan meletusnya peristiwa pergolakan daerah tersebut oleh Kol. Maludin
Simbolon tentang Pemutusan Hubungan Sementara kepada Pemerintah Pusat
di Jakarta. Bahkan pada 17 Maret 1958, Tuanolo turut serta bersama Mayor
WF Nainggolan (Boyke) bersama-sama dengan para perwira Utama seperti
Mayor Henry Siregar selaku Komandan Batalyon Melati di Lapangan Benteng
Medan, Wakil Komandan Batalyon Tentetra Baru Pulau Brayan Medan, Kapten
F. Tampubolon, Mayor Sahala Hutabarat Komandan Resimen Tapanuli, dll dan
membentuk satu Komando bernama: Komando Dipisi Pusuk Buhit yang
berkedudukan di Pahae Sarulla.Tuanolo mengetahui, mengalami dan pelaku
langsung bersama Boyke Nainggolan, mulai dari Medan sampai kembalinya
Komando Dipisi Pusuk Buhit ke Pangkuan Ibu Pertiwi di Soposurung
Pasanggrahan di Balige dan penyerahan senjata antara Kolonel Maludin
Simbolon kepada Wakil Menteri Pertahanan Kol Gatot Subroto yang
disaksikan oleh Letnan Kolonel Manaf Lubis, selaku Panglima Kodam II
Bukit Barisan tahun 1961 di Balige. Sebagai Perwira Inteligen, Tuanolo
banyak mengetahui sekitar perkembangan bidang militer khususnya
perkembangan dari Sumatera Barat dan Tehgah yaitu dari Komando Resimen
IV dibawah Pimpinan Letnan Kolonel Ahmad Husein, dan mengetahui bahwa
tanggal 4 Desember 1956 ada pertemuan rahasia dikalangan perwira utama
termasuk para Kepala Dinas dan Kepala Jawatan diruang rapat Kepala
Staf Letnan Kolonel Djamin Gintings. Rapat Rahasia pada tanggal 4
Desember 1956 para perwira utama yang mencetuskan satu IKRAR BERSAMA.
Mengenai sekitar perkembangan sosial dan politik di Sumatera
Barat/Tengah, memang sudah kuketahui dari berita-berita pers atau surat
kabar, namun hanya sekitar kegiatan politik yang menilai kebijakan
Pemerintah Pusat yang kurang menguntungkan rakyat yaitu dibidang
ekonomi, dimana dikatakan bahwa kalangan pemuka masyarakat, kaum
ninik-mamak telah lahir kesepakatan dengan membentuk satu Dewan
Perjuangan yang menuntut perbaikan-perbaikan ekonomi dari Pemerintah
Pusat, Letnan Kolonel Ahmad Husein sebagai Komandan Resimen IV
melibatkan diri dalam pergolakan tersebut. Perkembangan sosial, politik
dan militer yang demikian.Tuanolo mengetahui bahwa kesibukan-kesibukan
yang terjadi diruangan Kepala Staf Letnan Kolonel Jamin Gintings maupun
di ruangan Panglima Kolonel Maludin Simbolon adalah yang berkaitan
dengan terlibatnya Perwira-perwira utama dari Resimen IV dalam bidang
sosial dan politik di Sumatera Barat/Tengah.
Kapten Sutan Sitompul sebagai atasannya bahwa renana penugasan ke
Palembang untuk Menemui Letnan Kolonel Maraden Panggabean dan Mayor
Nawawi adalah adalah bersifat RAHASIA, karena Panglima Kolonel Maludin
Simbolon sangat memerlukan gambaran tentang situasi di sana yang
meliputi perkembangan sosial, politik dan militer. Tugas berat sebagai
Perwira Pertama yang semaksimal mungkin harus dilaksanakan, untuk
mengetahui dengan jelas dan akurat, dan hanya dengan waktu dua hari
saja sehingga diperlukan kesungguhan dan kejelian Sebagai seorang
prajurit Sapta Marga apalagi sebagai seorang perwira, harus loyal
menerima penugasan dari perintah atasan.
Tnggal 18 Desember 1956, Mayor Nelang Sembiring menyatakan kepadanya
bahwa ia harus berangkat dengan pesawat yang pertama dan menggunakan
tiket sipil. Kepergian kesana tidak sebagai dinas militer dan harus
berpakaian sipil serta menggunakan surat jalan khusus yang telah
dipersiapkan oleh ajudan. Dua pucuk surat dari saya, yang ditujukan
kepada masing-masing agar disampaikan langsung ketangan Letnan Kolonel
Maraden Panggabean dan satu lagi untuk Mayor TNI A. Nawawi, dan pada
tanggal 19 Desember selambat-lambatnya sudah harus kembali dengan
pesawat terbang yang terakhir. Hasil kunjungannya secara langsung
segera dilaporkan kepada Panglima Kolonel Maludin Simbolon sendiri.
Apabila sudah tiba di Medan pada malam harinya, Tuanolo harus melapor
secara langsung kerumah Panglima Kolonel Maludin Simbolon. Penugasan
Tuanolo sangat penting dan rahasia karena hasilnya diperlukan segera
oleh Panglima. Itulah sebabnya Tuanolo harus mengusahakan agar kembali
pada waktu yang diminta yaitu tanggal 19 Desember 1956. Segala keperluan
seperti tiket, pulang pergi, biaya khusus, surat keterangan jalan dan
kedua surat yang akan dibawa, besok pagi akan diserahkan sebelum pukul
07.00 pagi dari Letda Komaruddin Sinaga dirumahnya dan kedua surat
tersebut harus dijaga baik-baik jangan sampai tercecer atau jatuh
ketangan orang lain. Tujuan kepergian besokpun tidak perlu diberitahukan
kepada siapapun terkecuali kepada keluarga sendiri. Sudah terang
semuanya...?.Bersambung............