Begitulah kutipan singkat dari novel yang pernah saya baca karangan sastrawan asal NTT Gerson Poyk, berjudul Nostalgia Flobamora. Sampai di situ saya masih tidak mengetahui siapa gubernur yang dimaksud, ini menandakan bahwa saya tidak memiliki pengetahuan tentang latar belakang mantan pemimpin-pemimpin Nusa Tenggara Timur. Kemudian setelah bertanya pada teman, baru saya tahu itu adalah masa kecilnya Benediktus Mboi atau yang akrab disapa Ben Mboi, mantan Gubernur Nusa Tenggara Timur dua periode (1978-1988).
Namun untuk nama Ben Mboi sudah tidak asing bagi saya, karena sejak SD, saya sudah berulang-ulang kali mendengar namanya, mulai dari perbincangan orang dewasa atau juga oleh penjelasan guru di depan kelas. Walaupun saat
itu pengetahuan saya tentang beliau sangat minim, apalagi pemikiran
saya masih belum sampai pada politik dan pembangunan. Kini setelah lebih dari 20 tahun kemudian dan telah
menjadi PNS Provinsi NTT, saya mulai mengenal siapa tokoh ini,
setidaknya dari membaca buku memoar yang ditulis sendiri oleh beliau. Dalam pengantar tulisannya juga secara lugas ditujukan kepada generasi pamong praja yang kini berjarak puluhan tahun dari beliau, baik dalam perjalanan karir dan pengalaman. Buku ini semacam oase pengetahuan tentang dinamika kepamongprajaan khususnya di Nusa Tenggara Timur.
Sampul buku kedua sebagai pelengkap |
Diusianya yang senja (77 tahun), Ben Mboi masih begitu produktif dengan menghasilkan berbagai tulisan. Hal inilah yang menunjukkan banyaknya pengusaaan ilmu yang dimiliki. Sehingga tak dapat dipungkiri bahwa Ben Mboi telah meretas banyak pengalaman, seperti menjadi Gubernur termuda di Indonesia hingga
menerima penhargaan Ramon Magsaysay di Manila bersama isteri. Selain
itu tokoh perwira ini dalam kesannya sangat menghormati Menteri Panglima
Angkatan Darat Jenderal Achmad Yani dan begitu mengagumi sosok seorang
kopral yang dijulukinya the unknown forgetten corporal.
Di balik kisah ia juga menyampaikan peran luar biasa isterinya, Ibu Nafsiah Mboi. Sehingga ia mengulang peribahasa “behind every successful husband stands always a good wife”, namun kemudian dengan tangkas ia meralatnya “beside every successful husband stands always a good and successful wife”. Yang berarti perempuan bukan di belakang tetapi di samping.
Untuk kondisi nasional saat ini, menurutnya pemerintah belum mengutamakan pembangunan bangsa atau nation building dalam membangun dan menjaga keutuhan wilayah. Pemerintah selama ini cenderung hanya mengembangkan state building
atau pembangunan bangsa sebatas teritorial atau wilayah. Situasi di
Papua yang tidak pernah berhenti bergejolak merupakan cermin kegagalan
pemerintah dalam membangun nation building. Di samping itu tokoh ini juga begitu memahami pluralitas dan gejolaknya, bahkan ia mengeluarkan statement bahwa “agama atau suku tidak ada masalah, tetapi ironisnya “masalah” yang mempunyai agama dan suku”.
Di masa kepemimpinannya di Nusa Tenggara Timur, telah tergurat program-program pembangunan yang sukses dimasanya yaitu Program Operasi Nusa Makmur (ONM), Operasi Nusa hijau (ONH) serta penguatan ekonomi kerakyatan melalui KUD. Selain kesuksesan yang dipaparkannya, ia juga tidak bersembunyi dari apa yang ia namakan kegagalan dalam kehidupannya. Salah satu keberhasilan yang dibanggakan melalui Gerakan Pencukupan Pangan di NTT adalah berhasil menghilangkan budaya ngende atau pergi meminta bantuan pangan ke keluarga lain ketika masa panceklik. Hal yang pernah dilakukannya di masa kecil dan kini tidak ada lagi setelah pertanian Manggarai mulai produktif.
Gaya
menulis yang bertutur sehingga enak dibaca, kadang penuh ironi, kadang
kocak bahkan kocak yang ironi. Unik juga perjalanan yang menyentuh
hal-hal immaterial irrasional berupa pengalaman supranatural serta
intuisi yang mempengaruhi jalan kehidupannya. Untuk itu kiranya setiap
pamong praja yang berkiprah di NTT dapat membacanya!.
Berangkat dari uraian di awal
tulisan ini, perihal ketidaktahuan saya tentang siapa Ben Mboi
akhirnya terjawab dengan membaca memoarnya. Bahkan saya berpikir jika
seandainya tokoh-tokoh penting di Nusa Tenggara Timur ini memiliki
memoar baik yang ditulis sendiri (autobiografi) maupun di tulis oleh
orang lain (biografi), agar apa yang terekam dalam perjalanan hidup
seseorang dapat dipelajari oleh generasi-generasi yang datang kemudian.
Karena bagaimanapun NTT pernah memproduksi tokoh-tokoh besar yang
berkiprah hingga tingkat nasional, sebut saja I.
H Doko, Frans Seda, W. Z Johannis, Herman Johannis, Adrianus Mooy dan
lain-lain. Sayang jika apa yang telah mereka lalui tidak terbaca oleh
generasi muda mendatang Nusa Tenggara Timur. (*)
Kupang, 9 April 2012