Ketika Hantu Laut Itu Marah
(kenangan Pendirian Mercusuar Karang Unaran)
Pada 21 Februari 2005 setelah beberapa hari bekerja untuk melaksanakan
proyek pembangunan menara suar di Takat Unarang (wilayah blok migas
Ambalat), tiba-tiba 17 pekerja proyek dari PT Azza Mandiri ditangkap
oleh awak kapal Kapal Diraja (KD) Malaysia Sri Malaka. Mereka
diintimidasi untuk tidak melanjutkan konstruksi. Setelah
4 jam dijemur di bawah terik matahari di geladak KD Sri Malaka, mereka
pun dilepaskan. Menerima laporan peristiwa tersebut, KRI Rencong dan KRI
Tongkol meninggalkan patrolinya di Laut Sulawesi Selatan untuk meronda
di Takat Unarang. Selanjutnya datang pula 5 kapal perang TNI AL yang
lain yaitu KRI KS Tubun, KRI Wiratno, KRI Tedong Naga, KRI Nuku dan KRI
Singa.
Beberapa kali terjadi bentrok mulut dan kucing-kucingan
antara KRI Rencong dengan KD Kerambit. Akhirnya, untuk memberi
ketenangan kepada para pekerja proyek maka dikirimlah 10 anggota pasukan
katak (kopaska) dan Taifib. Mereka siaga di atas platform menara suar
maupun di kapal tongkang Lius Indah.
Ternyata proyek tidak
berjalan lancar. Beberapa kali tiang pancang patah sehingga harus
diulang lagi untuk menancapkan tiang pancang pengganti. Situasi semakin
bertambah parah karena mereka selalu diganggu oleh kapal-kapal Malaysia,
baik oleh Kapal Diraja Malaysia maupun kapal polisi marine Malaysia.
Kapal-kapal ini berputar-putar membuat ombak yang mampu
mengombang-ambingkan platform tempat proyek melakukan konstruksinya.
KRI Tedong Naga sempat secara sengaja menggesekkan dirinya dengan salah
satu kapal Malaysia yang mendatanginya sebagai usaha provokasi terhadap
kapal-kapal TNI AL. Karena emosi dan geram, salah seorang prajurit
pasukan katak yang bernama Serka Ismail memerintahkan kapal tug boatnya
untuk mengejar kapal Malaysia tersebut lalu melempar kaca kapal dengan
batu yang ada di geladak kapal tongkang tersebut. Dilaporkan beberapa
kaca kapal Malaysia pecah karena insiden tersebut.
20 Maret
2005. kapal polisi Malaysia PX-29 lego jangkar 100 meter dari lokasi
proyek. Karena lego jangkar posisi kapal tersebut sering berubah-ubah,
posisi moncong senjata mereka pun sering mengarah ke posisi kapal
tongkang Lius Indah. Hal ini membuat kuatir para pekerja dan tentu saja
membuat geram dan senewen para hantu laut (sebutan untuk anggota pasukan
katak) yang saat itu berjaga-jaga.
Lalu Serka Ismail bersama
Serda Muhaji dan Pratu Yuli dengan hanya menggunakan senjata pisau
komando dan bercelana pendek menggunakan kapal karet mendekati kapal
polisi Malaysia itu lalu naik ke atasnya. Dilaporkan bahwa awak kapal
polisi Malaysia itu mungkin agak terkejut melihat kenekadan para hantu
laut tersebut. Akibatnya mereka tidak menunjukkan permusuhan. Malah
mereka menawarkan kopi kepada ketiga hantu laut tersebut.
Serka
Ismail menolak tawaran kopi tersebut lalu berkata dengan keras, “Siapa
komandan kapal ini ? Saya minta kalian segera meninggalkan perairan
Karang Unarang ini. Kalau tidak pergi, kami akan potong rantai
jangkarnya.” Setelah ketiga hantu laut meninggalkan kapal polisi
Malaysia tersebut, tidak lama kemudian kapal polisi tersebut
meninggalkan arena.